KALANGAN BISNIS RUPANYA MENYADARI BAHWA KRISIS EKONOMI GLOBAL YANG TERJADI SEKARANG TAK BISA DI ANGGAP ENTENG. Namun,YANG MENGGEMBIRAKAN, MEREKA JUGA MENYADARI BAHWA RISIS INI MASIH MENYISAHKAN RUANG OPTIMISME YANG CUKUP AGAR BISNIS TETAP TUMBUH. APA JURUS-JURUS YANG BISA BISA DIMAINKAN?
Memasuki 2008, isu global yang menyita perhatian orang di seluruh dunia adalah pemanasan global dan pemilu di AMerika Serikat yang semarak berkat kehadiran sosok Barack Obama.Padahal, sejumlah krisis sudah membayang.Banyak orang di dunia yang merasakan krisis pangan yang kemudian disusul dengan krisi energy akibat menggilanya harga minyak mentah dunia.Harga minyak dunia yang sebelumnyaanteng di posisi US$70/barel,per Juli 2008 melampaui angka US$ 100/barel,bahkan sempat menyentuh US$ 135/barel (per awal Desember2008).Ketika memasuki 2008, dunia sebenarnya juga sudah dikejutkan oeh meledaknya kasus subprime mortgage di AS yang membuat nama-nama besar di jagat keuangan dunia,seperti Bear Steaners,Merril Lynch,Lehman Brothers,Goldman Sachs dan Citicorp ikut menjadi korban dengan kerugian luar biasa.
Serta-merta bencana itu menjadi krisis financial global, setelah imbasnya melanda dunia, termasuk ke Indonesia. Gejala paling awal yang dirasakan adalah krisi likuidasi,terutama akibat dana-dana asing “pulang kandang” (capital outflow). Untunglah,pada Oktober Pemerintah RI menaikan batas atas pinjaman simpanan nasabah perbankan dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar, sehingga mengurangi kemungkinan larinya dana domestic ke luar(walaupun beberapa Negara tetangga seperti Singapura,Malaysia dan Australia sudah memberikan jaminan penuh alias blanket guarantee terhadap dana simpanan perbankan mereka).Situasi likuiditas minim ini tercermin dari seretnya mencari dana interbank(karena bank tak saling percaya) dan relative tingginya suku bunga patokan dari Bank Indonesia (BI Rate) yang sebelumnya mencapai 9,5% (dan baru-baru ini diturunkan menjadi 9,25%) yang tadinya dimaksudkan untuk merendam depresiasi rupiah dari level Rp 9 ribuan menjadi sekitar Rp 12 ribu saat ini juga menyulitkan perusahaan yang biasa belanja modal dalam dolar AS.
Untuk industry makanan-minuman (food&beverage ),di sector ini kemungkinan tantanganya adalah penurunan daya beli masyarakat dan persaingan yang makin ketat.Satu lagi masalah yang sebenarnaya tak bisa di sepelekan, yakni perputaran likuiiditas.Risikonya sekarang lebih tinggi, sudah milai ada (grosir dan riitel) yang tersendat pembayarannya.Yang dikhawatirkan, bila dananyatrejerat di mitra grosir dan ritel,akan memakan modal kerja.
Lantas, apa yang bisa dilakukan perusahaan agar bisnisnya mampu bertahan (survive) bahkan bisa tetap tumbuh di tengah situasi kritis adalah mengembangkan jurus bertahan dari pada menyerang.Sebab situasinya masih pagi , sehingga kita belum mengetahui sampai sejauh amana keburukan krisis ini .Kalau kabut mulai menipis, kita bisa berpikir lebih baik karena itu dari sudut pandang strategis di sarankan perusahaan melakukan perencanaan strategis saat ini,tapi dengan berbagai macam scenario.
ATIK GUSTINI
20207179
3EB01
Memasuki 2008, isu global yang menyita perhatian orang di seluruh dunia adalah pemanasan global dan pemilu di AMerika Serikat yang semarak berkat kehadiran sosok Barack Obama.Padahal, sejumlah krisis sudah membayang.Banyak orang di dunia yang merasakan krisis pangan yang kemudian disusul dengan krisi energy akibat menggilanya harga minyak mentah dunia.Harga minyak dunia yang sebelumnyaanteng di posisi US$70/barel,per Juli 2008 melampaui angka US$ 100/barel,bahkan sempat menyentuh US$ 135/barel (per awal Desember2008).Ketika memasuki 2008, dunia sebenarnya juga sudah dikejutkan oeh meledaknya kasus subprime mortgage di AS yang membuat nama-nama besar di jagat keuangan dunia,seperti Bear Steaners,Merril Lynch,Lehman Brothers,Goldman Sachs dan Citicorp ikut menjadi korban dengan kerugian luar biasa.
Serta-merta bencana itu menjadi krisis financial global, setelah imbasnya melanda dunia, termasuk ke Indonesia. Gejala paling awal yang dirasakan adalah krisi likuidasi,terutama akibat dana-dana asing “pulang kandang” (capital outflow). Untunglah,pada Oktober Pemerintah RI menaikan batas atas pinjaman simpanan nasabah perbankan dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar, sehingga mengurangi kemungkinan larinya dana domestic ke luar(walaupun beberapa Negara tetangga seperti Singapura,Malaysia dan Australia sudah memberikan jaminan penuh alias blanket guarantee terhadap dana simpanan perbankan mereka).Situasi likuiditas minim ini tercermin dari seretnya mencari dana interbank(karena bank tak saling percaya) dan relative tingginya suku bunga patokan dari Bank Indonesia (BI Rate) yang sebelumnya mencapai 9,5% (dan baru-baru ini diturunkan menjadi 9,25%) yang tadinya dimaksudkan untuk merendam depresiasi rupiah dari level Rp 9 ribuan menjadi sekitar Rp 12 ribu saat ini juga menyulitkan perusahaan yang biasa belanja modal dalam dolar AS.
Untuk industry makanan-minuman (food&beverage ),di sector ini kemungkinan tantanganya adalah penurunan daya beli masyarakat dan persaingan yang makin ketat.Satu lagi masalah yang sebenarnaya tak bisa di sepelekan, yakni perputaran likuiiditas.Risikonya sekarang lebih tinggi, sudah milai ada (grosir dan riitel) yang tersendat pembayarannya.Yang dikhawatirkan, bila dananyatrejerat di mitra grosir dan ritel,akan memakan modal kerja.
Lantas, apa yang bisa dilakukan perusahaan agar bisnisnya mampu bertahan (survive) bahkan bisa tetap tumbuh di tengah situasi kritis adalah mengembangkan jurus bertahan dari pada menyerang.Sebab situasinya masih pagi , sehingga kita belum mengetahui sampai sejauh amana keburukan krisis ini .Kalau kabut mulai menipis, kita bisa berpikir lebih baik karena itu dari sudut pandang strategis di sarankan perusahaan melakukan perencanaan strategis saat ini,tapi dengan berbagai macam scenario.
ATIK GUSTINI
20207179
3EB01
0 komentar on "AGAR TETAP BERSINAR di TENGAH MENDUNG"
Posting Komentar